Mengapa Demokrasi Parlementer di Indonesia Mengalami Kegagalan?
Demokrasi parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945.
Presiden menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong sehingga beliau menganggap bahwa sistem demokrasi ini telah gagal mengadopsi nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi parlementer mengalami kegagalan? Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian banyak jawaban tersebut, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi Presiden untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia. Melalui konsepsi ini Presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat tantangan yang sangat kuat dari sejumlah partai politik terutama Masyumi dan Partai Syarikat Islam. Mereka menganggap bahwa pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran yang sangat fundamental terhadap konstitusi negara karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.
Kedua, Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional, karena tidak tercapainya titik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketika voting dilakukan, ternyata suara mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.
Ketiga, dominannya politik aliran sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik. Akibat politik aliran tersebut, setiap konflik yang terjadi cenderung meluas melewati batas wilayah yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif terhadap stabilitas politik.
Keempat, basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas membedakan kedudukan masyarakat secara langsung tidak mendukung keberlangsungan demokrasi. Akibatnya, semua komponen masyarakat sulit dipersatukan, sehingga hal tersebut mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu mudahnya pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa jabatannya selesai.
Posting Komentar untuk "Mengapa Demokrasi Parlementer di Indonesia Mengalami Kegagalan?"
Terima kasih atas kunjungannya di blog pulpen guru. Untuk berkomentar, silahkan gunakan kata-kata yang baik dan sopan ya.