Suprastruktur dan Infrastruktur Politik Indonesia
Pada setiap sistem politik Negara-negara dunia, akan selalu dijumpai adanya struktur politik. Struktur politik di dalam suatu negara ialah pelembagaan kekerabatan organisasi antara komponen-komponen yang membentuk bangunan politik.
stuktur politik sebagai bab dari struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoratif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Permasalahan politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui banyak sekali pendekatan, yaitu didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik, komunikasi politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran dan kebudayaan politik.
Sistem politik yang pada umumnya berlaku di setiap negara meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni, infrastrukur politik dan suprastruktur politik.
1. Infrastrukur politik
Di dalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam banyak sekali macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :
a. Partai politik (political party ),
b. kelompok kepentingan (interst group),
c. kelompok penekan (pressure group),
d. media komunikasi politik (political communication media) dan
e. tokoh politik (political figure).
a. Partai politik ( political party ) di Indonesia
Partai politik sebagai institusi mempunyai kekerabatan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik dilihat sebagai pengewajantahan dari kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang ketika berbicara wacana partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah kehidupan partai poliik di Indonesia secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Masa pra kemerdekaan
Organisasi modern pertama di Indonesia yang melaksanakan perlawanan terhadap penjajah (tidak secara fisik) ialah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya, ia menjadi partai politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.
Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandantangani Wakil Presden Moh. Hatta yang antara lain memuat impian pemerintah akan kehadiran partai politik biar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
1). Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia, c) Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik.
2). Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), Wanita Demokrasi Indonesia (PTI).
3). Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
4). Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI), Partai Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Masa Orde gres (tahun 1966-1998).
Awal kebangkitan orde gres (1966) dalam melaksanakan pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, ialah menyusun undang-undang wacana pemiluyang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat dikala itu. Dan pemilu yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata gres terlaksana tahun 1971 dengan akseptor sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi, NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).
Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03 tahun 1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga) akseptor :
1). PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.
2). Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.
3). PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan
Pada pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu Pancasila dengan tujuan biar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada aktivitas kerja masing-masing. penerapan atas tersebut pribadi hingga dengan pelaksanaan pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru, golkar selalu dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997 (62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada tahun 1997 (70,2%).
Era orde baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada final tahun 1997 negara Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya bermetamorfosis krisis multidimensi alasannya ialah terperangkap hutang luar negeri yang besar dan banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat birokrasi dan pengusaha.
Masa/Era Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)
Era reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik diberikan kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua insan elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde gres pemilu diikuti sebanyak 48 partai politik.
b. Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :
Kelompok Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan seketika akhir info kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.
Kelompok non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi.
Kelompok insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik atau sosial.
Kelompok asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.
Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang analisis politik) mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni Soviet (Rusia), yaitu:
a. Elite politik, ibarat anggota-anggota politburo
b. Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang.
c. Kelompok-kelompok pembangkang setia, ibarat para dokter dan guru
d. Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam satu kesetian, ibarat petani dan tukang.
e. Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir dalam satu kesatuan, yang bukan merupakan bab dariaparat Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa, ibarat kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota sekte-sekte keagamaan tertentu.
Pada negara yang menerapkan sistem dua partai, disiplin partai baik dalam dewan perwakilan rakyat maupun kabinetrelatif lebih ketat dan hal ini merupakan kendala tersendiri terutama untuk mendukung sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu.
Di negara berkembang pada umumnya. dan khususnya di Indonesia masyarakat yang tergabung dalam kelompok kepentingan biasanya sensitive terhadap info politik dalam lingkup kelompok politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita politiknya (terutama masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan negara/pemerintah. Dengan asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa pada masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh mengendalikan kehidupan politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses pembangunan bidang kehidupan lainnya.
Namun pasca Orde Baru (tahun 1998) yang disebut dengan masa reformasi, masyarakat berperan aktif dalam menumbuhkan kandang partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama 32 tahun dikekang dengan banyak sekali instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnya sistem politik di Indonesia cukup umur ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan yang selama Orde Baru berkuasa berseberangan, terutama dari kalangan akademisi, politikus, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya.
c. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran final ialah untuk mensugesti atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara lain :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c. Organisasi kepemudaan
d. Organisasi Lingkungan Kehidupan
e. Organisasi pembela Hukum dan HAM
f. Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi) sehingga dapat mensugesti kebijaksanaan umum.
Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal banyak sekali kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana biar keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak merugikan).
Kelompok penekan, kadang kala muncul lebih lebih banyak didominasi dibanding dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi diperlukan untuk mengangkat info sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative terkemuka.
d. Media komunikasi politik (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang dapat berfungsi untuk memberikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi ibarat surat kabar, telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik.
e. Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari banyak sekali sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :
Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup bisa untuk mengemban peran ibarat itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.
Di dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar terhadap pembangunan dan perubahan? Pada umumnya pengangkatan tokoh-tokoh politik akan menunjukkan angin segar dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya.
Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran di sector infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.
Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni :
a. Leditimasi elit politik
b. Masalah kekuasaan
c. Representativitasi elit politik
d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di negara-negara demokrasi pada umumnya, pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jikalau dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.
2. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi di suatu negara sebagai pencetus politik formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks alasannya ialah akan bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini pada umumnya dapat diketahui didalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan suatu negara.
Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), legislative (pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.
Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur politik harus memperoleh pinjaman dari infrastruktur politik yang mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok berupa partai politik atau organisasi kemasyarakatan, maupun secara individual dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya.
Suprastruktur politik di negara Indonesia semenjak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 hingga dengan tahun 2006 telah membawa perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era kebangkitan Demokrasi”.
Reformasi di bidang politik dan hukum ketatanegaraan, yaitu dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selama 4 (empat kali) dari tahun 1999-2002. Amandemen pertama disahkan (19 Oktober1999), kedua ( 18 Agustus 2000), ketiga (10 November 2001), dan keempat (10 Agustus 2002). Amandemen UUD 1945 tersebut telah mengubah struktur suprapolitik di Indonesia.
stuktur politik sebagai bab dari struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoratif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Permasalahan politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui banyak sekali pendekatan, yaitu didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik, komunikasi politik, konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran dan kebudayaan politik.
Sistem politik yang pada umumnya berlaku di setiap negara meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni, infrastrukur politik dan suprastruktur politik.
1. Infrastrukur politik
Di dalam suatu kehidupan politik rakyat (the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam banyak sekali macam golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”. Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen sebagai berikut :
a. Partai politik (political party ),
b. kelompok kepentingan (interst group),
c. kelompok penekan (pressure group),
d. media komunikasi politik (political communication media) dan
e. tokoh politik (political figure).
a. Partai politik ( political party ) di Indonesia
Partai politik sebagai institusi mempunyai kekerabatan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik dilihat sebagai pengewajantahan dari kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang ketika berbicara wacana partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah kehidupan partai poliik di Indonesia secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Masa pra kemerdekaan
Organisasi modern pertama di Indonesia yang melaksanakan perlawanan terhadap penjajah (tidak secara fisik) ialah Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan berikutnya, ia menjadi partai politik yang didukung kaum terpelajar dan massa buruh tani.
Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Tumbuh suburnya partai-partai politik pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945 yang ditandantangani Wakil Presden Moh. Hatta yang antara lain memuat impian pemerintah akan kehadiran partai politik biar masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara teratur. Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
1). Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi, b) Partai Sjarikat Indonesia, c) Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti), d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f) Partai Katolik.
2). Dasar Kebangsaan : Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra Persatuan Indonesia Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Demokrasi Rakyat (Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat (PWR), Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI), Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), Wanita Demokrasi Indonesia (PTI).
3). Dasar Marxisme : Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
4). Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat Tionghoa (PTDI), Partai Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Masa Orde gres (tahun 1966-1998).
Awal kebangkitan orde gres (1966) dalam melaksanakan pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik. Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi dilarang, ialah menyusun undang-undang wacana pemiluyang dianggap sesuai dengan perkembangan masyarakat dikala itu. Dan pemilu yang direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata gres terlaksana tahun 1971 dengan akseptor sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi, NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).
Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU RI no. 03 tahun 1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982 hanya diikuti oleh 3 ( tiga) akseptor :
1). PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.
2). Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.
3). PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan
Pada pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai politik dan Golkar ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu Pancasila dengan tujuan biar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada aktivitas kerja masing-masing. penerapan atas tersebut pribadi hingga dengan pelaksanaan pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde baru, golkar selalu dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%), tahun 1997 (62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992 (68,1%) dan pada tahun 1997 (70,2%).
Era orde baru mengalami antiklimaks kekuasaan setelah pada final tahun 1997 negara Indonesia mengalami krisis moneter yang selanjutnya bermetamorfosis krisis multidimensi alasannya ialah terperangkap hutang luar negeri yang besar dan banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan pejabat birokrasi dan pengusaha.
Masa/Era Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)
Era reformasi benar-benar merupakan arus angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai politik diberikan kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu dengan multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua insan elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde gres pemilu diikuti sebanyak 48 partai politik.
b. Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok kepentingan (interest group), dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok kepentingan umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :
Kelompok Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan seketika akhir info kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.
Kelompok non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi.
Kelompok insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik atau sosial.
Kelompok asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.
Kelompok kepentingan pada negara totaliter (partai tunggal) pada umumnya dianut oleh negara komunis (Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane, (seorang analisis politik) mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok kepentingan di Uni Soviet (Rusia), yaitu:
a. Elite politik, ibarat anggota-anggota politburo
b. Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang.
c. Kelompok-kelompok pembangkang setia, ibarat para dokter dan guru
d. Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam satu kesetian, ibarat petani dan tukang.
e. Kelompok-kelompok yang tidak terorganisir dalam satu kesatuan, yang bukan merupakan bab dariaparat Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa, ibarat kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota sekte-sekte keagamaan tertentu.
Pada negara yang menerapkan sistem dua partai, disiplin partai baik dalam dewan perwakilan rakyat maupun kabinetrelatif lebih ketat dan hal ini merupakan kendala tersendiri terutama untuk mendukung sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu.
Di negara berkembang pada umumnya. dan khususnya di Indonesia masyarakat yang tergabung dalam kelompok kepentingan biasanya sensitive terhadap info politik dalam lingkup kelompok politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita politiknya (terutama masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan negara/pemerintah. Dengan asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa pada masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh mengendalikan kehidupan politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses pembangunan bidang kehidupan lainnya.
Namun pasca Orde Baru (tahun 1998) yang disebut dengan masa reformasi, masyarakat berperan aktif dalam menumbuhkan kandang partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama 32 tahun dikekang dengan banyak sekali instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnya sistem politik di Indonesia cukup umur ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan yang selama Orde Baru berkuasa berseberangan, terutama dari kalangan akademisi, politikus, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya.
c. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan merupakan salah satu institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran final ialah untuk mensugesti atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat terhimpun dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara lain :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c. Organisasi kepemudaan
d. Organisasi Lingkungan Kehidupan
e. Organisasi pembela Hukum dan HAM
f. Yayasan atau Badan hukum lainnya, Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi) sehingga dapat mensugesti kebijaksanaan umum.
Dalam realitas kehidupan politik, kita mengenal banyak sekali kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral maupun regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana biar keputusan politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak merugikan).
Kelompok penekan, kadang kala muncul lebih lebih banyak didominasi dibanding dengan partai politik, manakala partai politik peranannya tidak bisa lagi diperlukan untuk mengangkat info sentral yang mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan tampil ke depan sebagai alternative terkemuka.
d. Media komunikasi politik (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah satu instrument politik yang dapat berfungsi untuk memberikan informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi ibarat surat kabar, telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi serta pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik.
e. Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari banyak sekali sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian memperkenalkan mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi actor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu melalui proses, yaitu :
Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup bisa untuk mengemban peran ibarat itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.
Di dalam benak masyarakat sering timbul pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar terhadap pembangunan dan perubahan? Pada umumnya pengangkatan tokoh-tokoh politik akan menunjukkan angin segar dalam memaparkan beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya.
Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berakibat terjadinya pergeseran di sector infrastruktur politik, organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.
Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni :
a. Leditimasi elit politik
b. Masalah kekuasaan
c. Representativitasi elit politik
d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di negara-negara demokrasi pada umumnya, pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal ini akan berbeda jikalau dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator atau otoriter.
2. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah) merupakan mesin politik resmi di suatu negara sebagai pencetus politik formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks alasannya ialah akan bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Suasana ini pada umumnya dapat diketahui didalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan suatu negara.
Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), legislative (pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.
Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi politik negara, suprastruktur politik harus memperoleh pinjaman dari infrastruktur politik yang mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok berupa partai politik atau organisasi kemasyarakatan, maupun secara individual dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya.
Suprastruktur politik di negara Indonesia semenjak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 hingga dengan tahun 2006 telah membawa perubahan besar di dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai “Era kebangkitan Demokrasi”.
Reformasi di bidang politik dan hukum ketatanegaraan, yaitu dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 selama 4 (empat kali) dari tahun 1999-2002. Amandemen pertama disahkan (19 Oktober1999), kedua ( 18 Agustus 2000), ketiga (10 November 2001), dan keempat (10 Agustus 2002). Amandemen UUD 1945 tersebut telah mengubah struktur suprapolitik di Indonesia.
Posting Komentar untuk "Suprastruktur dan Infrastruktur Politik Indonesia"
Terima kasih atas kunjungannya di blog pulpen guru. Untuk berkomentar, silahkan gunakan kata-kata yang baik dan sopan ya.